Umar bin Khatab
terkenal sebagai khalifah yang suka berjalan di tengah malam untuk mengontrol
keadaan rakyatnya. Di suatu malam, Umar mendengar suara seorang laki-laki dalam
sebuah rumah yang sedang tertawa asyik ditingkahi gelegak tawa wanita.
Umar mengintip,
lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut seraya menghardik, "hai
hamba Allah! apakah kamu mengira Allah akan menutup aibmu padahal kamu berbuat
maksiat!!!"
Orang tua itu
menjawab dengan tenang, "Jangan terburu-buru ya Umar, saya boleh jadi
melakukan satu kesalahan tapi anda telah melakukan tiga kesalahan. Pertama,
Allah berfirman, Wa la tajassasu..."jangan kamu (mengintip) mencari-cari
kesalahan orang lain" (al-Hujurat: 12).
Wa qad tajassasta
(dan Anda telah melakukan tajasus).
Kedua,
"Masuklah ke rumah-rumah dari pintunya" (Al-Baqarah 189) dan Anda
sudah menyelinap masuk.
Ketiga, anda
sudah masuk rumah tanpa izin, sedangkan Allah telah berfirman, "Janganlah
kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin..."
(An-Nur 27)
Umar berkata,
"apakah lebih baik disisimu kalau aku memaafkanmu?" Lelaki tersebut
menjawab, "ya". Lalu Umar pun memaafkannya dan pergi dari rumah
tersebut.
Sekarang
tengoklah tingkah laku kita. Bukankah Kita lebih suka mencari kesalahan saudara
kita. Bila kita tak jumpai rekan kita di pengajian, kita tuduh dia sebagai
orang yang melalaikan diri dari mengingat Allah. Ketika kali kedua, kita tak
menemui saudara kita saat sholat jum'at, kita cap dia sebagai orang yang lebih mementingkan
urusan dunia daripada urusan akherat. Ketika kali ketiga kita lihat dia duduk
bersenda gurau dengan lawan jenisnya, mulai kita berpikir bahwa saudara kita
tersebut telah terkunci mata hatinya.
Dengan tuduhan
dan prasangka seperti itu, boleh jadi kita telah melakukan beberapa kali
kesalahan yang lebih banyak dibanding saudara kita tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar