Tugas Individu :
Tafsir Hukum & Pemerintahan
Dosen
penbimbing : Muhammad Agus, S.Th.I. M.Th.I
PEMIKIRAN MUHAMMAD
IQBAL
Oleh
MUHAMMAD RUSYAID HAMZAH
NIM : 30300110022
JURUSAN
TAFSIR HADIS PROGRAM KHUSUS
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN ALAUDDIN
MAKASSAR
2012
Kata Pengantar
Alhamdulillah, kita panjatkan
kehadirat Allah ‘Azza Wajallah sang pencipta semesta alam, menjadikan sesuatu
sesuai dengan kehendak-Nya. Menciptakan manusia dari beberapa proses yang luar
biasa, mereka terlahir dengan kesempurnaan yang nyata, sebab manusia adalah
sebaik-baik makhluk ciptaan-Nya. Salam serta shalawat tak luput kita haturkan
kepada Baginda Nabi Besar Muhammad Saw yang Allah pilih sebagai uswah teladan
bagi seluruh umat manusia, pembawa risalah penutup para nabi. penyempurna
sebuah bangunan yang tersusun dengan proses yang cukup lama hingga kemuliaannya
menggapai seluruh ummat manusia di muka bumi ini.
Suatu hal yang perlu mendapat catatan
dalam dunia pepolitikan Nabi Muhammad SAW dalam praktiknya baik mengenai
mendirikan dan sekaligus memimpin Negara Madinah merupakan sebuah isyarat
bahwasannya keberadaan sebuah negara sangatlah penting. Namun satu hal lagi mengenai Piagam Madinah yang
menjadi sebuah kostitusi di era kepemimpinan Nabi Muhammad SAW tidak
menyebutkan agama negara.
Dengan
berbagai macam pikiran politik yang akan dibahas dalam tugas Final ini
sekiranya kita dapat mengetahui beberapa pandangan – pandangan masing – masing
kelompok sehingga dapat menemukan apa inti dari pemikiran berbagai kelompok
ini. Dan pada tugas Individu ini, khususnya pada makalah ini, kami akan
membahas salah satu tokoh yang juga sangat berpengaruh pemikirannya dalam dunia
perpolitikan yaitu Pemikiran Politik M. Iqbal.
Kami
sangat bersyukur akhirnya telah menyelesaikan makalah yang singkat dan
sederhana ini. Pastilah di dalam penulisan atau penyusunan makalah ini ada kata-kata
yang salah maupun keliru. Olehnya itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang kontruktif bagi para pembaca, agar di kemudian hari kami dapat
meningkatkan lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
Allamah Dr. Sir Muhammd Iqbal Ia
adalah sosok
besar dalam khazanah kebudayaan Islam. Pemikirannya dikemasnya dalam bentuk
puisi, dan itu membuatnya abadi. Ia setitik zarrah
di lautan semesta yang jiwanya senantiasa dalam keadaan resah. Jutaan manusia
pelbagai bangsa pernah turut menyaksikan keresahannya di dalam ribuan bait
syair yang ia tulis. Sosoknya memang fenomenal. Lebih dari siapa pun,
Iqbal telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang dapat
menjadi bekal individu-individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban Barat
yang materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik. Jika diterapkan maka
konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi kemanusiaan dan
sosial yang luas.
Kontribusi gerakan da’wah
tidak terlepas dari gagasan pemikiran para tokoh–tokoh di jamannya. Salah
satunya adalah pemikiran M. Iqbal. Bahkan Perdana Mentri RI pertama Dr. M.
Natsir sering menjadikan gagasan M. Iqbal sebagai ide-ide gerakan da’wah dan
politiknya yang tidak melepaskan antara negara dan agama dalam tempat berbeda.
Gerakan membangkitkan khudi (kepercayaan diri) juga menjadi salah satu
pemikirannya yang banyak dipuji-puji berbagai kalangan. Pemikiran-pemikiran
brilian yang memberikan faedah kepada Izzatul Islam dan kaum muslimin sesungguhnya
tidak akan berhenti pada jamannya saja. Ia akan selalu aktual jika bersandar
pada nilai-nilai universal dari suatu landasan yang kuat. Dalam hal ini, Islam
menjadi landasan dasar yang mampu menjadikan segala sesuatu tetap terjaga
aktualitasnya.Keilmuannya lengkap, pemikirannya inspiratif dan melampaaui
zamannya. Tasawuf dengan etos kerja yang tinggi. Mengoreksi pemikiran barat dan
mengembalikan kepada nila-nilai Islami.
B. Riwayat Hidup
Di
lahirikan di tengah keluarga kelas menengah di Sialkot, sebuah kota peninggalan Dinasti
Mughal India pada tanggal 22 Februari 1873/2 Dzulqa’dah 1249. Iqbal memiliki nama lengkap Sir ‘Alla>m Muhammad Iqbal.
Kepakaran dan penyiarannya menembus batas dunia Islam. Ia adalah tokoh
legendaris intelektualisme dunia islam abad 20 ini.
Iqbal juga di
juluki Mufakkir-e-Pakistan ( Pemikir dari Pakistan ) dan Shair-i-Mashriq
(penyair dari timur), dan hari lahirnya dirayakan sebagai hari cuti umum dan
dinamai “ Iqbal Day “ di Pakistan. Ayahandanya Syaikh Nur Muhammad memiliki
kedekatan dengan kalangan Sufi. Karena keshalehan dan kecerdasannya, penjahit
yang cukup berhasil ini dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa
keingintahuan ilmiah yang tinggi. Tak heran, jika Nur Muhammad dijuluki
kawan-kawannya dengan sebutan "Sang Filosof tanpa guru" (un parh
falsafi).
Pada tahun 1895 ia pergi
ke Lahore, salah satu kota di India yang menjadi pusat
kebudayaan, pengetahuan dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan
perhimpunan sastrawan yang sering diundang musyara'ah, yakni
pertemuan-pertemuan di mana para penyair membacakan sajak-sajaknya. Ini
merupakan tradisi yang masih berkembang
di Pakistan dan India hingga kini.
Di kota Lahore ini, sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia
mengajar filsafat di Government College. Pada tahun 1897
Iqbal memperoleh gelar B.A. kemudian ia mengambil program M.A. dalam
bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold (orientalis Inggris yang terkenal) yang mengajarkan
filsafat Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin kedekatan melebihi
hubungan guru dan murid, sebagaimana tertuang dalam sajaknya Bang-I
Dara. Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold, Iqbal menjadi
terkenal sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore.
Sajak-sajaknya banyak diminati orang.
Pada
tahun 1905, ia belajar di Cambridge pada R.A. Nicholson, seorang
spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-Hegelian, yaitu Jhon M.E.McTaggart.
Iqbal kemudian belajar di Heidilberg dan Munich. Di Munich ia
menyelesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The
Development of Metaphysics in Persia.(disertasi ini kemudian diterbitkan
di London dalam bentuk buku, dan dihadiahkan Iqbal kepada
gurunya, Sir Thomas Arnold). Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali
ke London untuk belajar di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa
dan kesusastraan Arab di Universitas London. Selama di Eropa
Iqbal tidak pernah bosan menemui para ilmuwan untuk mengadakan berbagai
perbincangan tentang persoalan-persoalan keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga
memperbincangkan Islam dan peradabannya.
Di samping itu Iqbal memberikan ceramah dan berbagai
kesempatan tentang Islam. Isi ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagai
penerbitan surat kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan
mengkaji kebudayaan Barat, ia tidak terpesona oleh gemerlapan dan daya pikat
kebudayaan tersebut. Iqbal tetap concern pada budaya dan
kepercayaannya. Pada tahun 1915 dia menulis sajak panjang berbahsa persia,
Asrar-i-khudi (Rahasia diri sendiri), yang menggetarkan hati
lingkaran-lingkaran sastra di timur dan barat. Sajak itu menguraikan
prinsip-prinsip fundamental yang menuju perkembangan kepribadiaan. Khalayak
dunia tertarik sekali dengan sajak iqbal tersebut, termasuk Prof. R.A Nicholson
dari Universitas Cambridge yang menerjemahkan sajak tersebut ke dalam bahsa
Inggris. Dalam pengantar buku tersebut, Nicholson mengatakan, “Mutu artistik
buku ini luar biasa bila kita menyadari bahwa bahasanya bukanlah bahasa ibu pengarang sendiri”. Dalam sebuah sajaknya,
iqbal menulis :
“ Tampillah,
O pemacu takdir
Tampillah, O
cahaya kerajaan kelam perubahan!
Hnetikanlah,
O cahaya kerajaan kelam perubahan!
Hentikanalh
huru-hara dari bangsa-bangsa,
Menyiksa
telinga kami dengan musiknya!
Bangkitlah
dan tala harpa persaudaraannya,
Beri kami
lagi piala anggur cinta!
Beri dunia
sekali lagihari-hari perdamaian.
Beri pesan
damai pada mereka yang mencari pertempuran!
Kemanusiaan
adalah ladang jagung dan engkau panennya,
Engkaulah
tujuan Kafilah Kehidupan.
Iqbal selalu mendorong umat islam agar bergerak dan jangan
diam saja. Dalam syai’r-sya’irnya, Iqbal selalu menekankan hal tersebut.
Intisari hidup adalah gerak dan hukum adalah rekreasi, maka Iqbal pun dengan
semangat tinggi mengajak umat Islam agar bangkit dari tidurnya dan berkreasi
menciptakan tatanan dunia baru.
Iqbal telah mengukir hidupnya
sedemikian rupa hingga di kenang umat manusia ratusan tahun yang akan datang.
Seluruh rakyatnya, baik pemikiran, puisi, prosa, dalam berbagai bahasa, telah tersebar ke segenap penjuru. Intelektualisme Iqbal
telah membuktikan dari berbagai jurusan, puisi, filsafat, hukum, pemikiran
Islam, dan kebudayaan. Dan akhirnya Iqbal dipanggil ke hadirat ilahi pada 21
April 1938 setelah sebelumnya menderita penyakit yang berlarut-larut dari tahun
1934 hingga 1938. Kematian Iqbal membawa kesedihan bagi seluruh dunia Timur.
BAB II
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN
Menurut
Dr. Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar buku Metafisika Iqbal yang ditulis
oleh Dr. Ishrat Hasan Enver, Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang
fundamental, yaitu intuisi, diri, dunia, dan Tuhan. Baginya, Iqbal sangat
berpengaruh di India, bahkan pemikiran Muslim India dewasa ini tidak akan dapat
dicapai tanpa mengkaji ide-idenya secara mendalam. Namun yang diketahui
dan difahami oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literatur-literatur yang
beredar luas, Iqbal adalah seorang negarawan, filosof dan sastrawan. Hal ini
tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya
mencerminkan hal itu. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental
(intuisi, diri, dunia, dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk
berperan di India pada khususnya dan di belahan dunia timur ataupun barat pada
umumnya, baik sebagai negarawan maupun sebagai agamawan. Karena itulah ia
disebut sebagai Tokoh Multidimensional.
Dengan latar belakang itu
pula maka penulis akan memaparkan gagasan-gagasan Iqbal dalam dua hal, yaitu
pemikirannya tentang politik dan tentang Islam.
A. Pemikiran
Politik
Sepulangnya dari Eropa Iqbal terjun ke dunia politik,
bahkan menjadi tulang punggung Partai Liga Muslim India. Ia terpilih menjadi
anggota legislatif Punjab dan pada tahun 1930 terpilih sebagai Presiden Liga
Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya pun semakin harum ketika
dirinya diberi gelar ‘Sir’ oleh pemerintah Kerajaan Inggris di London atas
usulan seorang wartawan Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal di
bidang intelektual dan politiknya. Gelar ini menunjukan pengakuan dari Kerajaan
Inggris atas kemampuan intelektualitasnya dan memperkuat bargaining position
politik perjuangan ummat Islam India pada saat itu. Ia juga dinobatkan sebagai
Bapak Pakistan yang pada setiap tahunnya dirayakan oleh rakyat Pakistan dengan
sebutan “ Iqbal Day “.
Pemikiran dan aktivitas
Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia tunjukkan sejak terpilih menjadi
Presiden Liga Muslimin tahun 1930. Ia memandang bahwa tidaklah mungkin ummat
Islam dapat bersatu dengan penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki
keyakinan berbeda. Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus
membentuk Negara sendiri. Ide ini ia lontarkan ke berbagai pihak melalui Liga
Muslim dan mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus muslim yang sangat
berpengaruh, yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui bahwa gagasan Negara
Pakistan adalah dari Iqbal) , bahkan didukung pula oleh mayoritas Hindu yang
saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi front melawan Inggris.
Bagi Iqbal, dunia Islam seluruhnya merupakan satu
keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan yang akan dibentuk
menurutnya adalah salah satu republik itu. Sebagai seorang negarawan yang
matang, tentu pandangan-pandangannya terhadap ancaman luar juga sangat tajam.
Bagi Iqbal, budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti
spiritual dan jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh
buruk budaya Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri
manusia adalah jati dirinya. Dengan pemahamannya yang dilandasi di atas ajaran
Islam itulah maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri terhadap ummat
Islam dan identitas keislamannya. Ummat Islam tidak boleh merasa rendah diri
menghadapi budaya Barat. Dengan cara itu kaum muslimin dapat melepaskan diri
dari belenggu imperialis. Sejalan dengan hal itu, Muhammad Asad mengingatkan
bahwa imitasi yang dilakukan ummat Islam kepada Barat baik secara personal
maupun sosial dikarenakan hilangnya kepercayaan diri, maka pasti akan
menghambat dan menghancurkan peradaban Islam.
Diantara paham Iqbal yang
mampu ‘membangunkan’ kaum muslimin dari ‘tidurnya’ adalah “dinamisme Islam”,
yaitu dorongannya terhadap ummat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam.
Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal
menyeru kepada ummat Islam agar bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu
tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-olah orang
kafir yang aktif kreatif ‘lebih baik’ dari pada muslim yang ‘suka tidur’. Iqbal
juga memiliki pandangan politik yang khas, yaitu gigih menentang nasionalisme
yang mengedepankan sentimen etnis dan kesukuan (ras).
Menurut dia, kepribadian manusia
akan tumbuh dewasa dan matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentimen
nasionalisme. M. Natsir menyebutkan bahwa dalam ceramahnya yang berjudul
Structure of Islam, Iqbal menunjukkan asas-asas suatu negara dengan ungkapannya
: “Didalam agama Islam spiritual dan temporal, baka dan fana, bukanlah dua
daerah yang terpisah, dan fitrah suatu perbuatan betapapun bersifat duniawi
dalam kesannya ditentukan oleh sikap jiwa dari pelakunya. Akhir-akhirnya latar
belakang ruhani yang tak kentara dari sesuatu perbuatan itulah yang menentukan
watak dan sifat amal perbuatan itu. Suatu amal perbuatan ialah temporal (fana),
atau duniawi, jika amal itu dilakukan dengan sikap yang terlepas dari kompleks
kehidupan yang tak terbatas. Dalam agama Islam yang demikian itu
adalah adalah seperti yang disebut orang "gereja" kalau dilihat dari
satu sisi dan sebagai "negara" kalau dilihat dari sisi yang lain.
Itulah maka tidak benar kalau gereja dan negara disebut sebagai dua faset atau
dua belahan dari barang yang satu. Agama Islam adalah suatu realitet yang tak
dapat dipecah-pecahkan seperti itu”.Demikian tegasnya prinsip Iqbal, maka ia
berpandangan bahwa dalam Islam politik dan agama tidaklah dapat dipisahkan,
bahwa negara dan agama adalah dua keseluruhan yang tidak terpisah.
Dengan gerakan membangkitkan Khudi (pribadi; kepercayaan
diri) inilah Iqbal dapat mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari
keterpurukan yang dialami dewasa ini. Ia kembalikan semangat yang dulu dapat
dirasakan kejayaannya oleh ummat Islam. Ujung dari konsep kepercayaan diri
inilah yang pada akhirnya membawa Pakistan merdeka dan ia disebut sebagai Bapak
Pakistan.
B. Pemikiran tentang landasan Islam
a.
Pemikiran tentang
Al-Qur’an.
Sebagai
seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat memegang prinsip Islam, Iqbal
meyakini bahwa al-Qur’an adalah benar firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah sumber hukum
utama dengan pernyataannya “The Qur’an Is a book which emphazhise deed rather
than idea” (al-Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada
cita-cita). Namun dia berpendapat bahwa al-Qur’an bukanlah undang-undang. Dia
berpendapat bahwa penafsiran al-Qur’an dapat berkembang sesuai dengan perubahan
jaman, dan pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Tujuan utama al-Qur’an adalah
membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan
Tuhan dan alam semesta, jika al-Qur’an tidak memuatnya secara detail maka
manusialah yang dituntut untuk mengembangkannya. Dalam istilah fiqh hal ini
disebut ijtihad. Ijtihad dalam pandangan Iqbal adalah sebagai prinsif gerak
dalam struktur Islam. Disamping itu al-Qur’an memandang bahwa kehidupan adalah
satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun
al-Qur’an tidak melarang untuk memperimbangkan karya besar ulama terdahulu,
namun masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif
untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Akibat pemahaman yang kaku
terhadap ulama terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap
berjalan di tempatnya. Iqbal juga mengeluh tentang ketidakmampuan
masyarakat India dalam memahami al-Qur’an disebabkan tidak memahami bahasa arab
dan telah salah mengimpor ide-ide India (Hindu) dan Yunani ke dalam Islam dan
Al-Qur’an. Iqbal begitu terobsesi untuk menyadarkan ummat Islam untuk lebih
progresif dan dinamis dari keadaaan statis dan stagnan dalam menjalani
kehidupan duniawi. Karena berdasarkan pengalaman, agama Yahudi dan Kristen
telah gagal menuntun ummat manusia menjalani kehidupan. Kegagalan Yahudi
disebabkan terlalu mementingkan legalitas kehidupan duniawi. Sedangkan
kegagalan Kristen adalah dalam memberikan nilai-nilai kepada pemeliharaan
Negara, undang-undang dan organisasi disebabkan terlalu mementingkan segi
ibadah ritual. Dalam kegagalan kedua agama tersebut, menurut Iqbal, al-Qur’an
berada di tengah-tengah dan sama-sama mengajarkan keseimbangan kedua kehidupan
tersebut, tanpa membeda-bedakannya. Baginya antara politik pemerintahan dan
agama tidak ada pemisahan sama sekali. Inilah yang dikembangkannya dalam
merumuskan ide berdirinya Negara Pakistan yang memisahkan diri dari India
yangmayoritasHindu. Satu segi mengenai al-Qur'an yang patut dicatat adalah
bahwa ia sangat menekankan pada aspek Hakikat yang bisa diamati. Tujuan
al-Qur'an dalam pengamatan reflektif atas alam ini adalah untuk membangkitkan
kesadaran pada manusia tentang alam yang dipandang sebagai sebuah symbol. Iqbal
menyatakan hal ini seraya menyitir beberapa ayat, diantaranya: "Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ [1]
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang mengetahui.”
b.
Pendapat tentang al-Hadi>s\.
Iqbal
memandang bahwa ummat Islam perlu melakukan studi mendalam terhadap literatur
hadi>s\ dengan berpedoman
langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk
menafsirkan wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai
hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang di kemukakan al-Qur’a>n. Iqbal
sepakat dengan pendapat Syaikh Waliyulla>h tentang hadi>s\, yaitu cara
Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam dengan memperhatikan kebiasaan, cara-cara
dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat
memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya,
Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh
ummat manusia, tanpa terkait oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan
tersebut khusus untuk ummat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya,
pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan. Dari pandangan ini Iqbal
menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah lebih banyak mempergunakan konsep
istihsan dari pada hadi>ts\ yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan
berarti hadi>s\-hadi>s\ pada zamannya belum dikumpulkan, karena Abu Malik
dan al-Zuhri telah membuat koleksi hadi>s\ tiga puluh tahun sebelum Abu>
Hani>fah wafat. Sikap ini diambil Abu> Hani>fah karena ia memandang
tujuan-tujuan universal hadi>s\ daripada koleksi belaka.
c. Pendapat tentang Ijtiha>d
Menurut
Iqbal, ijtiha>d adalah “Exert with view
to form an independent judgment on legal question” (bersungguh-sungguh dalam
membentuk suatu keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum). Kalau
dipandang, baik hadi>s\ maupun al-Qur’a>n memang ada rekomendasi
tentang ijtiha>d tersebut. Disamping
ijtiha>d pribadi, hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtiha>d
kolektif. Ijtiha>d inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan
dimodifikasi oleh ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap permasalahan
masyarakat yang muncul sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazhab).
Sebagaimana mayoritas ulama, Iqbal membagi ijtihad ke dalam tiga tingkatan,
yaitu :
1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara
praktis hanya terbatas pada pendiri mazhab-mazhab saja.
2. Otoritas relative yang hanya dilakukan dalam batas-batas
tertentu dari satu mazhab.
3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam
kasus-kasus tertentu, dengan tidak terkait pada ketentuan-ketentuan pendiri mazhab.
Iqbal menggaris bawahi pada derajat
yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtiha>d ini memang
disepakati diterima oleh ulama ahlu al-sunnah, tetapi dalam kenyataannya
dipungkiri sendiri sejak berdirinya mazhab-mazhab. Ide ijtiha>d ini dipagar dengan
persyaratan ketat yang hampir tidak mungkin dipenuhi. Sikap ini, lanjut Iqbal,
adalah sangat ganjil dalam suatu sistem hukum al-Qur’an yang sangat menghargai
pandangan dinamis. Akibat ketentuan ketatnya ijtiha>d ini, menjadikan hukum
Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang .
Ijtihad yang menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah
teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-kajian masa lalu saja.
Demikian juga ijma>’ hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan ulama, apalagi
dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah keberlakuan
ijma>’ tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam.
Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori saja, konsekuensinya, hukum Islam
pun statis tidak berkembang selama beberapa abad.
BAB III
KONSEP PEMBAHARUAN
A. Methafisika
Dalam pemikiran
filsafat, Iqbal mengudangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, selain itu
beliau juga menyatakan bahwasanya pusat dan landasan organisasi kehidupan
manusia adalah ego yang dimaknai sebagai seluruh cakupan pemikiran dan
kesadaran tentang kehidupan. Ia senantiasa bergerak dinamis untuk menuju
kesempurnaan dengan cara mendekatkan diri pada ego mutlak, Tuhan. Karena itu,
kehidupan manusia dalam keegoanya adalah perjuangan terus menerus untuk
menaklukkan rintangan dan halangan demi tergapainya Ego Tertinggi. Dalam hal
ini, karena rintangan yang terbesar adalah benda atau alam, maka manusia harus
menumbuhkan instrumen-instrumen tertentu dalam dirinya, seperti daya indera,
daya nalar dan daya-daya lainnya agar dapat mengatasi penghalang-penghalang
tersebut. Selain itu, manusia juga harus terus menerus menciptakan hasrat dan
cita-cita dalam kilatan cinta (`isyq), keberanian dan
kreativitas yang merupakan essensi dari keteguhan pribadi. Seni dan keindahan
tidak lain adalah bentuk dari ekspresi kehendak, hasrat dan cinta ego dalam
mencapai Ego Tertinggi tersebut. Kendati mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan
Tuhan, namun Iqbal tidak menjadikannya membunuh ego kreasi yang bersemayam di
kedalaman diri. Ia selalu membuka katup cakrawala pemikirannya atas dunia di
luar Islam (terutama Barat). Ketika Iqbal meramu fostulat, “Saya berbuat,
karena itu saya ada (I act, therefore I exist)”, membedakannya dengan
pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak kenikmatan “asketisme disana“.
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis.
Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya
sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah
istilah yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud
sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak
pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif
menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik
adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas
dan melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Jadi, konsep wahdah al-wujud dalam perspektif Iqbal adalah pengidentifikasian
keinginan pribadi dengan kehendak Tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan
penafian diri. Kehendak manusia pada posisi demikian menjadi otonom, tetapi
tetap dalam koridor bimbingan Ilahi. Iqbal tidak serta merta mengakui
kedaulatan postulat milik Descartes, cogito ergo sum, karena eksistensi manusia
tidak ada hanya dengan melakukan kegiatan berpikir untuk mengeksiskan diri.
Intelektualisme yang hanya mendewakan rasionalitas tidak akan eksis tanpa ada
aktivisme yang berdimensi praktis.
B. Estetika
Berdasarkan konsep
kepribadian yang memandang kehidupan manusia yang berpusat pada ego inilah,
Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam seni, sehingga seluruh isi
seni –sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal— harus muncul dari
sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau
bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang lahir berdasarkan dan penuh
kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan manusia (penanggap). Seni yang
tidak demikian tidak lebih dari api yang telah padam. Karena itu, Iqbal memberi
kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni harus merupakan
karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam
citra ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan
kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas karena dengan
sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan menggerakan
semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa melainkan
sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya bermakna. Karena
itu, dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau
dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk dan dibentuk
lagi lewat tindakan-tindakannyata.
Dalam pemikiran filsafat,
gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa
seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip
universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga
harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi
lingkungannya, atau bahkan mampu memberikan “hal baru” bagi kehidupan. Dengan
menawan sifat-sifat Tuhan dalam penyempurnaan kualitas dirinya, manusia harus
mampu menjadi “saingan” Tuhan. Di sinilah hakekat pribadi yang hidup dalam diri
manusia dan menjadi kebanggaannya dihadapan Tuhan. Mari kita lihat syairnya.
Kedua, berkaitan dengan pertama, kreatifitas tersebut bukan sekedar membuat
sesuatu tetapi harus benar-benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga
karyanya bukan merupakan tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni
sebelumnya maupun dari alam semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan
peniru, dan pemburu bukan mangsa, sehingga hasil karya seninya harus
menciptakan ‘apa yang seharusnya’ dan ‘apa yang belum ada’, bukan sekedar
menggambarkan ‘apa yang ada’ (Azzam, 1985, 141).
Dalam salah satu
puisinya, Iqbal mengecam dan menyebut sebagai kematian terhadap seni Timur yang
meniru seni Barat. Di negeri ini berjangkit kematian imaginasi Karena seni
asing dan mengikuti Barat Kulihat awan kelabudan Behzad masaku Merombak dunia
Timur yang kemilau nan abadi,para seni di Timur Usai sudah kreasi masa kini dan
masa lalu. Berapa banyak kreasi tercipta Tunjukkan pada kami pribadi Pada semua
bidang membumbung tinggi Konsep-konsep seni dan keindahan Iqbal tersebut hampir
sama dengan teori seni Benedetto Croce (1866-1952 M), seorang pemikir Italia yang sezaman
dengan Iqbal. Menurutnya, seni adalah kegiatan kreatif yang tidak mempunyai
tujuan dan juga tidak mengejar tujuan tertentu kecuali keindahan itu sendiri,
sehingga tidak berlaku kriteria kegunaan, etika dan logika. Kegiatan seni hanya
merupakan penumpahan perasaan-perasaan seniman, visi atau intuisinya, dalam
bentuk citra tertentu, baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil
karya seni ini kemudian diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya
seni tersebut membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang
dimiliki oleh sang seniman. Dengan pernyataan seperti ini, mengikuti Syarif,
teori Croce berarti terdiri atas empat hal, (1) bahwa seni adalah kegiatan yang
sepenuhnya mandiri dan bebas dari segala macam pertimbangan etis, (2) bahwa
kegiatan seni berbeda dengan kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi
diri atas pengalaman individu (intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung
dalam bentuk individualitas kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan
analitis dan menghasilkan pengetahuan reflektif. (3) bahwa kegiatan seni
ditentukan oleh perkembangan kepribadian seniman, (4) bahwa apresiasi adalah
penghidupan kembali pengalaman-pengalaman seniman didalam diri penanggap.
Pandangan seni Iqbal tidak berbeda dengan teori Croce tersebut, kecuali
pada bagian pertama. Iqbal menolak keras kebebasan seni dan keterlepasaannya
dari etika. Iqbal justru menempatkan seni dibawah kendali moral, sehingga tidak
ada yang bisa disebut seni –betatapun ekspresifnya kepribadian sang seniman—
kecuali jika mampu menimbulkan nilai-nilai yang cemerlang, menciptakan
harapan-harapan baru, kerinduan dan aspirasi baru bagi peningkatan kualitas
hidup manusia dan masyarakat. Dengan demikian, gagasan seni Iqbal tidak hanya
ekspresional tetapi sekaligus juga fungsional.
C. Etika
Dalam filsafat tentang
etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat Islam), untuk kembali kepada
ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban Barat (Eropa) yang merusak.
Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran umat Islam adalah kecendrungan yang
membabibuta terhadap kebudayaan Barat yang telah membunuh karakter mereka
dengan terus mengadopsi budaya-budaya Barat tanpa proses filterisasi.
Iqbal mengungkapkan pandangannya terhadap budaya Barat: “Akan tetapi terpulanglah kepada kalian dan peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan yang berkepanjangan dengan al-Haq. Sesungguhnya malapetaka ini telah menghasilkan bencana yang besar kepada dunia seperti kembalinya al-La>ta dan al-Uzza (keberhalaan) ke Tanah Haram Mekah, dimana hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi mati. Ia telah memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya. Ia juga telah mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan tanpa roh dan tanpa nilai apa-apa lagi”. “Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia”. Selanjutnya kata Iqbal, gerakan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisasi yang berlangsung dikalangan peradaban Barat tidak hanya membawa bahaya bagi bangsa mereka sendiri. Perkembangan teknologi informasi di era modern telah membawa kerusakan ini merasuki negeri-negeri Islam, yang merusak kejiwaan dan spritual umat Islam. Bagaimanapun, apa yang dikhawatirkan ialah munculnya gejala kebekuan dan kelumpuhan di kalangan umat Islam itu sendiri.Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia walaupun mereka sering mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat teori dan bukannya praktek.
Iqbal mengungkapkan pandangannya terhadap budaya Barat: “Akan tetapi terpulanglah kepada kalian dan peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan yang berkepanjangan dengan al-Haq. Sesungguhnya malapetaka ini telah menghasilkan bencana yang besar kepada dunia seperti kembalinya al-La>ta dan al-Uzza (keberhalaan) ke Tanah Haram Mekah, dimana hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi mati. Ia telah memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya. Ia juga telah mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan tanpa roh dan tanpa nilai apa-apa lagi”. “Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia”. Selanjutnya kata Iqbal, gerakan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisasi yang berlangsung dikalangan peradaban Barat tidak hanya membawa bahaya bagi bangsa mereka sendiri. Perkembangan teknologi informasi di era modern telah membawa kerusakan ini merasuki negeri-negeri Islam, yang merusak kejiwaan dan spritual umat Islam. Bagaimanapun, apa yang dikhawatirkan ialah munculnya gejala kebekuan dan kelumpuhan di kalangan umat Islam itu sendiri.Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia walaupun mereka sering mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat teori dan bukannya praktek.
Dalam pengulasan lebih
lanjut, Iqbal secara berani mengeluarkan pernyataan: “Perkembangan Eropa itu
sebenarnya tidak pernah memasuki kehidupan kemasyarakatan dalam bentuk yang
amali dan hidup. Apa yang mereka slogankan dengan konsep demokrasi hanyalah
pembahasan ilmiah, tetapi apa yang sebenarnya adalah penimbunan kekayaan
golongan hartawan diatas air mata golongan fakir miskin”.
Justru bagi Iqbal, hanya
Islam yang mampu menyelesaikan semua permasalahan manusia. Ini karena kaum
Muslimin memiliki pemikiran dan akidah yang kukuh dan sempurna – diasaskan atas
petunjuk wahyu.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” [2]
Pemikiran dan pegangan yang kukuh ini dapat menjadi solusi kepada pelbagai
problem kehidupan karena mempunyai kekuatan sama ada dari segi rohani maupun
jasmani. Di sisi lain, Islam mengandung kekuatan yang mampu menangani semua
permasalahan hidup manusia disebabkan sistem hidupnya yang bersandarkan kepada
keimanan dan keagamaan. Dalam waktu yang sama Islam juga mendukung prinsip
kebebasan, keadilan sesama manusia dalam kelompok sosialnya.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا [3]
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[4], dan teman sejawat,
Ibnu sabil[5] dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri,”
Oleh karena itu ia mendorong manusia untuk melaksanakan ajaran Islam demi
tercapainya tujuan tersebut.Adapun peraturan ciptaan manusia telah gagal
mengemukakan gagasan penyelesaian dan mengangkat derajat kemanusian kerana ia
bersifat lemah (sementara). Dunia yang selama ini ditafsirkan dari pendekatan
materialisme adalah dunia yang buta dan kosong. Apa yang bergerak selama ini
adalah gerakan tanpa nilai dan tanpa memiliki apa-apa tujuan. Berbeda sekali
dengan pendekatan al-Qur’a>n terhadap
kejadian alam, di mana dunia dan alam menurut ajaran Islam adalah berasaskan
kepada kebenaran dan keadilan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. jika ia[6] Kaya ataupun miskin,
Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha
mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”[7]
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“ dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah
agar kamu bertakwa.”[8]
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”[9]
Sesungguhnya, gagasan pemikiran yang diberikan oleh Iqbal telah memberikan
harapan yang baik kepada Islam di masa depan . Bagaimanapun, apa yang diragukan
hanyalah, sejauh manakah perlaksanaan Islam dalam kehidupan masyarakatnya pada
waktu ini ?. Adakah Islam yang hakiki terwujud dikalangan umatnya atau hanya sekadar
dari aspek syiar semata-mata ?.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sir
Allamah Muhammad Iqbal. Telah menorehkan tinta emas untuk khazanah keilmuan
Islam. Piawai dalam beretorika menerjemahkan suasana menjadi deretan kata yang
menawan yang mengandung beribu hikmah yang tersirat, menghiasi
pemikiran-pemikiran normatif menentang habis-habisan pemikiran dunia barat yang
kian pragmatis. Sir Muhammad Iqbal telah
menggetarkan peradaban dunia yang hawkish ( Cinta peperangan). Seorang intelektualis asal Pakistan
telah melahirkan pemikiran dan peradaban besar bagi generasi setelahnya . Iqbal
merupakan sosok pemikir multi disiplin. Ia adalah seorang cendekiawan, reformis
sastrawan, negarawan, ahli hukum,
filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai kepiawaiannya yang multidisiplin
itu, pak Natsir mengatakan "tentulah sukar bagi kita untuk
melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian Iqbal. Jiwanya yang piawai tidak saja
menakjubkan tetapi juga jarang ditemui"
Islam sebagai way of life yang lengkap
mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan
gerak perubahan tersebut agar sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum
Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah hukum islam
memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak perubahan
ini? Dengan tepat Iqbal menjawab “bisa kalau umat Islam memahami hukum Islam
seperti cara berfikir Umar bin Khattab”.
Akhirnya, tidaklah lengkap rasanya
menulis tentang Iqbal tanpa menutupnya dengan salah satu syairnya berikut
ini:
Apakah kamu berada dalam tingkat
"kehidupan", "kematian", atau "kematian dalam
kehidupan"?
Memanggil tiga saksi untuk memberitahu
dimana tempat "perhentianmu".
Saksi pertama adalah kesadaran batinmu
sendiri-
Lihat dirimu sendiri dengan cahayamu
sendiri.
Saksi kedua adalah kesadaran ego yang
lain-
Lihat dirimu, lalu sinar ego yang lain
daripada milikmu
Saksi ketiga adalah kesadaran Tuhan-
Lihat dirimu, lalu dengan cahaya Tuhan,
Jika kamu berdiri tidak bergerak di
depan cahaya ini,
Anggaplah dirimu sendiri seperti hidup
dan abadi layaknya Tuhan!
Bahwa manusia sendiri adalah sejati
yang berani-
Berani untuk melihat Tuhan berhadapan
muka!
Apakah "Mi'raj"? Hanya
pencarian seorang saksi
Yang akhirnya dapat menegaskan
realitasmu-
Seorang saksi yang dengan kesaksiannya
membuatmu abadi.
Tak seorangpun dapat berdiri tanpa bergerak
oleh keberadaannya;
Dan dia yang dapat, sesungguhnya, dia
emas murni.
Apakah engkau hanya butiran debu
semata?
Ketatkan simpul egomu;
Dan pegang cepat makhlukmu yang kecil!
Betapa cemerlangnya memancarkan ego
kita
Dan menguji kilauan ini dari keberadaan
Matahari!
Bersihkan ragamu yang lama;
Dan membangun makhluk baru.
Suatu makhluk yang sesungguhnya;
Atau egomu hanyalah gumpalan asap
semata!.
B. Saran
Kami
sangat mengapresiasi tugas yang demikian ini,
yang di mana hal ini dapat memperluas daya nalar kami sebagai mahasiswa
yang aktif dan reaktif. Jadi, Saran utama kami, agar kiranya metode dalam
perkuliahan seperti ini tetap dan lebih di perhatikan mengingat sebagai mahasiswa
khusunya mahasiswa Tafsir Hadis Khusus sungguh riskan jika tidak dapat mempresentasikan
sebuah makalah ataupun yang lainnya, sehingga modal utama kami dalam
menyampaikan gagasan dapat terisolir dengan tepat dan baik di suatu saat ketika
dibutuhkan.
C. Daftar Pustaka
Buku-buku
·
Mohammad,
Herry & dkk, 2006. Tokoh-tokoh Islam yang berengaruh Abad 20. Depok
; Gema Insani Press
·
Natsir,
Muhammad. 2008. Capita Selecta. Jakarta ; Yayasan Bulan Bintang
Sourches Website
·
www.wikipedia.com
[2]Q.S. Ali
‘Imra>n (3) : 110
[4]Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat,
hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
[5]Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan
ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu
bapaknya.
[6]Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.
[9]Q.S. al-Nahl (16) : 90
0 komentar:
Posting Komentar