KONSEP AL-INSAN DAN AL-BASYAR DALAM AL-QUR'AN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berfikir tentang Manusia—dalam Bahasa
Arab—diistilahakan dengan kata الإنسان (al-insan) dan البشر (al-basyar)
merupakan sebuah usaha yang berat karena manusia merupakan makhluk ciptaan
Allah swt. yang kompleks. Meskipun sudah ada berbagai ilmu yang mengkaji dan
meneliti tentang manusia seperti Biologi, Embriologi, Psikologi, Antropologi,
namun belum ada yang mampu mengungkap misteri manusia.[2]
Alexis Carrel—sebagaimana yang dikutip oleh
Quraish Shihab[3]—menggambarkan tentang
kesulitan yang dihadapi dalam penyelidikan tentang hakikat manusia. Alexis
Carrel menyatakan bahwa pengetahuan tentang berbagai makhluk hidup secara umum
dan manusia secara khususnya belum mencapai kemajuan seperti ilmu pengetahuan
yang lain. Manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan serta amat
kompleks, oleh karena itu tidak mudah untuk mendapatkan gambaran untuknya.
Al-Qur'an
menjawab permasalahan mengenai manusia dengan berbagai ungkapan. Di antara
ungkapan yang digunakan oleh al-Qur'an mengenai manusia adalah:[4] a)
al-Insan, al-Ins, Unas, Anasiy, dan insiy yang seluruhnya berasal
dari huruf ء (hamzah), ن (nun), dan س (sin). b) البشر (al-basyar), بنوا آدم (Banu Adam).
Makalah sederhana ini akan mencoba mengungkap rahasia manusia melalui berbagai
ungkapan tersebut.
B. Permasalahan
1. Bagaimana ungkapan al-Qur'an
mengenai manusia?
2. Apa Persamaan antara al-Insan
dan al-Basyar dalam al-Qur'an?
3. Apa Perbedaan antara al-Insan
dan al-Basyar dalam al-Qur'an?
4. Bagaimana keberadaan manusia
dalam pandangan al-Qur'an?
C. Metodologi
Dalam tulisan mengenai permasalahan konsep al-Insan
dan al-Basyar dalam al-qur'an ini, penulis menggunakan metode maudhu’i[5]
dimana penulis berusaha menempuh langkah-langkah sebagai berikut:[6]
1. Menetapkan masalah yang akan
dibahas.
2. Menghimpun dan menetapkan
ayat-ayat yang menyangkut masalah yang akan dibahas.
3. Menyusun ayat-ayat sesuai
dengan perincian masalahnya, dengan memisahkan antara satu bagian dengan bagian
lainnya.
4. Memahami munasabat (korelasi)
ayat atau surat.
5. melengkapi pembahasan dengan
hadis-hadis bahkan juga penemuan ilmiah yang menyangkut masalah yang dibahas.
6. menyusun pembahasan dalam
suatu kerangka yang sempurna.
7. mempelajari semua ayat-ayat
yang sama pengertiannya, atau mengkompromikan antara yang 'am (umum)
dengan yang khash (khusus), atau yang pada lahirnya bertentangan,
sehingga semuanya bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.
Langkah selanjutnya penulis melakukan berbagai
analisis untuk menafsirkan ayat-ayat yang telah dikumpulkan. Sebagai pendukung
analisis, penulis juga mengemukakan beberapa pendapat mufassir.
Tulisan ini merupakan penelitian sederhana. Oleh
karena itu penulis hanya menitik beratkan pada ungkapan al-Insan dan al-Basyar,
dan tidak menyibak makna Banu Adam. Jika terdapat ungkapan istilah
terakhir, hal itu hanya untuk memperkaya pemahaman penulis.
II.
KONSEP AL-INSAN
DAN AL-BASYAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN
1. Ungkapan al-Qur'an tentang
Manusia
Sebagaimana disinggung di atas ada dua ungkapan al-Qur'an
tentang manusia. Ungkapan tersebut adalah al-Insan dan al-Basyar.
Berikut ini penulis akan mencoba mengemukakan ungkapan al-Qur'an tersebut satu
persatu.
1.a. al-Insan
Melalui program Digital
Qur'an ver. 3.1[7] penulis menemukan ada 56
ayat yang mencantumkan kata الإنسان, ayat-ayat tersebut adalah yang tercantum
pada surah: [4]:28, [10]:12, [11]:9, [14]:34, [15]:26, [16]:4, [17]:11,
67, 83, 100, [18]:54, [19]:66, 67, [21]:37, [22]:66, [23]:12, [29]:8, [31]:14,
[32]:7, [33]:72, [36]:77, [39]:8, [39]:49, [41]:49, [41]:51, [42]:48, [43]:15,
[46]:15, [50]:16, [55]:3, [55]:14, [70]:19, [75]:3, [75]:5, 10, 13, 14, 36,
[76]:1, 2, [79]:35, [80]:17, [80]:24, [82]:6, [84]:6, [86]:5, [89]:15, [89]:23,
[90]:4, [95]:4, [96]:2, [96]:5, [96]:6, [99]:3, [100]:6, dan [103]:2.
Dalam al-Qur'an, kata al-Insan yang
berakar kata dari huruf hamzah (ء), nun (ن), dan sin
(س), memiliki kata turunan (derifasi) ins (إنس), unas
(أناس), anasiyy (أناسي), insiyy (إنسي), dan Al-nas (الناس). Dari
hasil pencarian kata derifasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kata derifasi ins (إنس),
ditemukan sebanyak 11 ayat yang terdapat pada surat: [27]:17, [41]:25, 26, [46]:18, [51]:56, [55]:33, 39, 56, 74, [72]:5, dan [72]:6.
2. Kata unas (أناس) yang
merupakan derifasi lainnya ditemukan sebanyak 5 ayat yang terdapat dalam surat:
[2]:60, [7]:82, 160, [17]:71, dan [27]:56
3. Kata anasiyy (أناسي) hanya
ditemukan pada surat [25]:49.
4. Kata insiyy (إنسي)
ditemukan hanya pada surat [19]:26.
5. Al-nas (الناس)
ditemukan sebanyat 179 ayat yang terdapat pada surat: [2]:8, 13, 21, 24, 44,
94, 96, 102, 142, 143, 161, 164, 165, 168, 188, 199, 200, 204, 207, 213, 224,
243, 251, 264, 273, [3]:9, 21, 41, 46, 87, 97, 112, 134, 140, 173, [4]:1, 37,
38, 53, 54, 58, 77, 105, 108, 114, 133, 142, 161, 170, 174, [5]:32, 44, 49, 67,
82, 110, [6]:122, 144, [7]:85, 116, 144, 158, 187, [8]:26, 47, 48, [9]:3, 34,
[10]:2, 19, 21, 23, 24, 44, 57, 60, 92, 99, 104, 108, [11]:17, 85, 103, 118,
119, [12]:21, 38, 40, 46, 49, 68, 103, [13]:1, 17, 31, [14]:1, 36, 37, 44,
[16]:38, 61, [17]:60, 89, 94, 106, [18]:55, [19]:10, [20]:59, [21]:61, [22]:1,
2, 3, 5, 8, 11, 18, 27, 40, 49, 65, 73, 75, 78, [25]:50, [26]:183, [27]:16, 73,
82, [28]:23, [29]:2, 10, 67, [30]:6, 8, 30, 33, 36, 39, 41, [31]:6, 20, 33,
[32]:13, [33]:37, 63, [34]:28, 36, [35]:3, 5, 15, 28, 45, [38]:26, [40]:57, 59,
61, [42]:42, [43]:33, [44]:11, [45]:26, [46]:6, [48]:20, [49]:13, [54]:20,
[57]:24, 25, [62]:6, [66]:6, [83]:2, 6, [99]:6, [101]:4, [110]:2, [114]:1, 2,
3, 5, dan 6.
Kata ins (إنس) diartikan lawan dari jin (خلاف الجن). Anasiyy
(أناسي) adalah jamak dari al-ins. Insiyy (إنسي) adalah
sesuatu yang dinisbahkan kepada manusia[8]. Unas
(أناس) adalah jamak dari al-ins[9]. dan Al-nas (الناس)
berarti manusia.
Quraish Shihab menyatakan bahwa kata insan
berasal dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak.
Pendapat ini lebih tepat dari yang berpendapat bahwa kata insan terambil
dari kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang).[10]
Dalam hal ini penulis justru lebih cenderung kepada
pendapat terakhir yang berpendapat bahwa kata insan terambil dari kata nasiya,
hal ini disebabkan kata uns justru tidak ditemukan dalam al-Qur'an.
Sementara kata nasiya ditemukan sebanyak 21 kali, di antaranya adalah:
Yusuf [12]:42
Dan Yusuf Berkata kepada orang yang diketahuinya
akan selamat diantara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu."
Maka syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya.
Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.
Al-Kahfi [18]:24
Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah"
dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan
Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada
ini".
Al-Kahfi [18]:63
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita
mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya
kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali".
Al-Mu'minun [23]:110
Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga
(kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat aku, dan
adalah kamu selalu mentertawakan mereka.
Al-Mujadalah [58]:19
Syaitan Telah menguasai mereka lalu menjadikan
mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa
Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi.
Al-Hasyar [59]:19
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa
kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka
Itulah orang-orang yang fasik.
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa bahwa salah satu
sifat mendasar dari manusia adalah lupa, baik disebabkan oleh faktor internal
maupun eksternal. Makna ini juga yang digunakan oleh al-Ashfahani. Penulis
terakhir menyatakan bahwa kata al-insan berasal dari wazan إفعلان asalnya
adalah إنسيان (lupa) disebut dengan istilah ini karena manusia telah
melakukan perjanjian dengan Allah kemudian ia melupakannya.[11]
1.b. al-Basyar
Melalui program yang sama penulis menemukan ada 37
ayat yang mencantumkan kata al-Basyar (البشر), ayat-ayat tersebut adalah 36
dalam bentuk tunggal, yaitu yang tercantum pada surah: [3]:47, 79,
[5]:18, [6]:91, [11]:27, [12]:31, [14]:10, 11, [15]:28, 33, [16]:103, [17]:93,
94, [18]:110, [19]:17, 20, 26, [21]:3, 34, [23]:24,
33, 34, [25]:54, [26]:154, 186, [30]:20,
[36]:15, [38]:71, [41]:6, [42]:51, [54]:24, [64]:6, [74]:25, [74]:29, 31, 36,
dan 1 dalam bentuk tatsniyah (dual), yaitu pada surat [23]:47.
Di dalam al-Qur'an kata al-Basyar (البشر)
berakar dari huruf ba (ب), syin (ش), dan ra
(ر), memiliki kata derifasi basysyir/yubasysyiru, busyra, mubsyirin, yastabsyirun, dan absyiru. Dari hasil pencarian kata derifasi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kata basysyir misalnya yang tercantum dalam surat: [2]:25, 115, 223, [3]:21, [4]:138, [9]:3,
[9]:34, [9]:112, [10:2], [10:87], [11]:71, [15]:55, [16]:58, 59, nubasysyiru misalnya: [15]:53 yubasysyiru misalnya: [3]:39, 45, [9,21]/tubasysyirun misalnya pada surat [15]:54.
2. Kata busyra , misalnya yang terdapat pada surat: [2]:97, [3]:126, [8]:10, [10]:64,
[11]:69, [11]:74, [12]:19, [16]:89, 102, [25]:22, [27]:2, [29]:31, [39]:17 dan
[46]:12.
3. Kata absyiru , terdapat pada surat: [41]:30.
4. Kata yastabsyirun , misalnya pada surat: [3]:170, dan 171.
5. Kata mubsyirin, yang terdapat dalam surat: [2]:213, [4]:165, [6]:48, dan [18]:56.
Kata derifasi basysyir /yubasysyiru berarti memberikan kabar gembira, busyra berarti berita gembira, mubsyirin berarti pemberi kabar gembira (pemberi peringatan), yastabsyirun berarti bergembira, dan absyiru berarti gembirakan.
Al-Ashfahaniy[12]
menguraikan kata al-basyar dengan menyebutkan kata al-basyroh (البشرة) yang
berarti kulit luar (ظاهر الجلد), kemudian mengibaratkan
disebutnya manusia itu sebagai basyar karena kulitnya yang tampak dengan
jelas. Berbeda dengan binatang yang kulitnya tertutupi oleh bulu.
Penulis kurang sependapat
dengan hal tersebut, karena: 1. kata البشرة tidak dapat ditemukan di
dalam al-Qur'an, 2. masih ada hewan yang kulit luarnya tampak dengan jelas.
Oleh karena itu penulis cenderung mengembalikannya kepada maknanya dengan
melihat kepada kata yang ada di dalam al-Qur'an sendiri yakni basyar (بشر). Kata
terakhir diartikan oleh Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya[13]
diartikan sebagai ظهور السئ مع حسن وجمال yang berarti tampaknya
sesuatu dengan baik dan indah. Makna inilah—dalam hemat penulis—yang tersirat
dari firman Allah swt. misalnya:
[12]:31
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah
wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya
kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), Kemudian dia
Berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka".
Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)
nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha Sempurna
Allah, Ini bukanlah manusia. Sesungguhnya Ini tidak lain hanyalah malaikat yang
mulia."
2. Persamaan antara al-Insan
dan al-Basyar dalam al-Qur'an
Di antara persamaan antara al-Insan dan al-Basyar
dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kata al-Insan dan al-Basyar
sama-sama ditempatkan ketika menunjukkan proses awal kejadian manusia.
Pengertian ini misalnya dapat terlihat pada ayat 15:26,
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
(Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.
dan pada ayat [15]:33
Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang
Engkau Telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk"
b. Kata al-Insan dan al-Basyar
sama-sama menunjukkan arti manusia secara fisik. Pengertian ini misalnya dapat
terlihat pada ayat [75]:3,
Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan
(kembali) tulang belulangnya?
dan pada ayat [19]:26
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika
kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka Aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusiapun pada hari ini".
Pendapat penulis yang terakhir ini agaknya berbeda dengan apa
yang diungkapkan oleh Bint Syati' yang menyatakan bahwa jika pemahaman manusia
adalah aspek fisik, maka al-Qur'an menggunakan term basyar bukan al-insan.[14]
3. Perbedaan antara al-Insan
dan al-Basyar dalam al-Qur'an
Di antara hasil penelitian yang dilakukan, penulis
menemukan perbedaan yang signifikan antara kata al-insan dan al-basyar.
Perbedaan itu antara lain adalah:
a. Kata al-insan
digunakan untuk menunjukkan esensi manusia[15].
Hal ini dapat terlihat dari surat [15]:26
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
(Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi
bentuk.
Kata al-Basyar digunakan untuk menunjukkan eksistensi manusia. Hal
ini dapat terlihat dari ayat selanjutnya dari surat yang sama yakni surat
[15]:28
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Pada ayat terakhir ini ditemukan unsur baru yaitu penyempurnaan
kejadian manusia. Berkenaan dengan penyempurnaan itu pula maka perbedaan lainnya
adalah:
b. Kata al-insan
digunakan untuk menyebutkan manusia dengan keadaan awalnya, sementara kata al-Basyar
digunakan untuk menyebutkan manusia dalam keadaan yang lebih sempurna,
sebagaimana yang termaktub dalam surat [30:20]
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang
berkembang biak.
Dan surat [3]:47
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin
Aku mempunyai anak, padahal Aku belum pernah disentuh oleh seorang
laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril):
"Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah
berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah Hanya cukup Berkata kepadanya:
"Jadilah", lalu jadilah Dia.
c. Ketika Allah swt. menyebutkan
keadaan atau sifat-sifat positif, pada umumnya kata al-basyar yang
digunakan, sebagai contoh sebagai berikut:
[12]:31
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah
wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya
kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), Kemudian dia
Berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada
mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada
(keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata:
"Maha Sempurna Allah, Ini bukanlah manusia. Sesungguhnya Ini tidak lain
hanyalah malaikat yang mulia."
[11]:27
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari
kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia
(biasa) seperti kami.
Sementara ketika menyebutkan
keadaan atau sifat-sifat negatif, pada umumnya kata al-insan yang
digunakan. Sebagi contoh:
Surat [43]: 15,
Dan mereka menjadikan sebahagian dari
hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya[1349]. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah).
Surat [70]:19
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi kikir.
4. Manusia dalam Perspektif
al-Qur'an
4.a. Penciptaan Manusia
Manusia diberikan
berbagai keistimewaan oleh Allah swt. Demikian istimewanya manusia hingga ia
disebutkan sebanyak dua kali dalam rangkaian wahyu pertama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. [96]:1-5.
Di dalam al-Qur'an—bahkan—ditemui sebuah surat yang
diberi nama al-Insan, yakni surat ke-76.
Di dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan
dari tanah dan setelah sempurna dihembuskan kepadanya ruh. Hal ini dapat
terlihat dengan jelas pada surat [38]:71-72. Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa manusia itu tersusun atas dua unsur pokok, yaitu gumpalan tanah dan
hembusan ruh. masing-masing unsur tersebut tak dapat dipisahkan.
Dalam al-Qur'an disebutkan juga bahwa informasi tentang
akan diciptakannya manusia telah diinformasikan kepada malaikat. Informasi
tersebut menyatakan bahwa manusia akan menjadi khalifah Allah swt. di
muka bumi.[16]
Atas fungsi terakhir inilah maka
Allah swt. memberikan manusia akal yang digunakan untuk berfikir.[17]
4.b. Sifat Manusia
Dengan berfikir manusia akan memiliki perilaku
yang berbeda. Perbedaan itu bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif.
Berikut ini penulis akan memaparkan berbagai karakteristik sifat manusia dengan
meminjam teori Abdul Muin Salim.[18]
Teori ini dinamakan Abdul
Muin Salim sebagai teori "Halma" yang dapat digambarkan dalam gambar
berikut ini:
Dari teori ini dapat
dijelaskan bahwa manusia itu memiliki sifat sebagai berikut:
·
Manusia pada dasarnya diinginkan untuk beriman kepada Allah swt.
sebagaimana yang tersebut dalam surat [2]:13
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah
kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab:
"Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah
beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi
mereka tidak tahu.
·
Manusia juga dituntut untuk menjadi muslim
sebagaimana yang dinyatakan dalam surat [3]:102
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam.
·
Al-Qur'an juga memerintahkan manusia untuk berbuat
ihsan, sebagaimana yang disebutkan dalam surat [4]:36
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Di
samping hal-hal yang diperintahken tersebut ada juga sifat-sifat yang tidak
diinginkan yang dimiliki oleh manusia. Hal tersebut adalah:
·
Fasik, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an surat [5]:47
Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu
adalah orang-orang yang fasik.
·
Zalim sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an surat [3]:57
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan
Sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang
zalim.
·
Kufur sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an surat [2]:39
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan
ayat-ayat kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Namun demikian ada juga manusia yang
"mengkombinasikan" sifat-sifat tersebut dalam kehidupannya, misalnya;
ada manusia yang beriman tetapi ia fasik dan zalim. Ada juga manusia yang
mengaku dirinya muslim tetapi ia kufur dan melakukan kefasikan.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat diambil
beberapa kesimpulam sebagai berikut ini:
1. Di antara ungkapan al-Qur'an
mengenai manusia adalah dengan menggunakan kata al-insan dan al-basyar.
2. Al-insan dan al-basyar sama-sama digunakan untuk
menunjukkan: a. proses awal kejadian manusia; b. pengertian manusia secara
fisik.
3. Di antara perbedaan antara
istilah al-insan dan al-basyar dalam al-Qur'an adalah: a. Istilah
pertama ditujukan untuk menunjukkan esensi manusia, sementara istilah kedua
digunakan untuk menunjukkan eksistensi manusia; b. istilah pertama digunakan
untuk menyebutkan manusia dengan keadaan awalnya, sementara istilah kedua
digunakan untuk menyebutkan manusia dalam keadaan yang lebih sempurna; c.
Istilah pertama pada umumnya digunakan untuk menunjukkan aspek negatif manusia,
sementara istilah kedua digunakan untuk menunjukkan aspek positif manusia.
4. Manusia diciptakan dari tanah
kemudian ditiupkan padanya ruh dan lalu diberikan akal. Karena manusia itu
berakal maka ia berperilaku, baik positif maupun negatif. Terkadang juga
manusia yang memiliki sifat positif berperilaku dengan perbuatan yang negatif.
B. Implikasi
Tulisan ini telah menunjukkan berbagai aspek
"kemanusiaan"-nya manusia. Yang positif harus terus diabadikan dan
negatif tentu saja harus segera ditinggalkan. Tulisan ini hanya merupakan hasil
penelitian sederhana penulis yang amat terikat dengan waktu dan fasilitas.
Penelitian lebih luas tentu masih diharapkan untuk menyempurnakannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
Ali, Othman. The Concept of
Man in Islam the Writings of El-Gazali,
Kairo: Dar al-Maarif, 1960
al-ashfahaniy, Al-Raghib. Mufradat
Alfaz al-Qur'an, Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1996
al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya,
Bandung: Pustaka Setia, 2002
HT., Qadir Gassing dan Wahyudin Halim. Pedoman Penulisan Karya Tulis
Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Makassar: Alauddin Press,
2009
Munawwir, A.W. al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997
Qur'an ver. 3.1 [CD ROM], Sony
Sugema 2003-2004
Salim, Abdul Muin. Konsep
Kekuasaan Politik dalam al-Qur'an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
Shihab, Quraish. Membumikan
al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1994
--------, Wawasan al-Qur'an,
Bandung: Penerbit Mizan,1996
Syati', Aisyah 'Abd al-Rahman Bint. Maqal fi al-Insan, Dirasah
Qur'aniyyah, diterjemahkan oleh Ali Zawawi dengan judul: Manusia dalam Perspektif
al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999
Zakariya, Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn. Mu'jam Maqayis al-Lughah, I
dan II Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabiy wa Awladuh, 1971
[1] Disampaikan pada seminar mata kuliah Tafsir
Maudlu'iy Program S3 Konsentrasi Hadis Universitas Islam Negeri Makassar.
[2] Othman Ali, The Concept of Man in Islam the Writings of El-Gazali (Kairo: Dar
al-Maarif, 1960) h. 213-215
[3] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an,
(Bandung: Mizan, 1994) h. 224
[4] Pernyataan ini diungkapkan oleh Abdul Muin Salim,
Konsep Kekuasaan Politik dalam al-Qur'an, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002) h. 79-80
[5]. Metode yang menghimpun seluruh hadis yang
memiliki tema yang sama. Semuanya diletakkan di bawah satu judul, lalu
ditafsirkan dengan metode maudhu’i. lihat, Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara
Penerapannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 43.
[6] Ibid., h. 51-56. Penulis menyesuaikan
langkah-langkah tersebut dengan kebutuhan penulis. Oleh karena itu tidak semua
prosedur yang diarahkan oleh rujukan menjadi acuan penelitian penulis.
[7] Qur'an ver. 3.1 [CD ROM], Sony Sugema 2003-2004
[8] Al-Raghib al-ashfahaniy, Mufradat Alfaz
al-Qur'an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1996), h. 94
[9] A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 43. dalam hal ini Munawwir menyamakan
antara al-Insan dan al-Basyar.
[10] Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an,
(Bandung: Penerbit Mizan,1996), h. 280
[11] Al-Raghib al-ashfahaniy, loc.cit.
[12] Al-Raghib al-ashfahaniy, op.cit., h. 124
[13] Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu'jam
Maqayis al-Lughah, I dan II (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabiy wa Awladuh, 1971),
h. 251
[14] Aisyah 'Abd al-Rahman Bint Syati', Maqal fi
al-Insan, Dirasah Qur'aniyyah, diterjemahkan oleh Ali Zawawi dengan judul:
Manusia dalam Perspektif al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), H. 4-5
[15] Perbedaan mengenai kedua istilah bagian (a) ini
juga dikemukakan oleh Abdul Muin Salim, op.cit., h. 84-85
[16] Lihat al-Qur'an surat al-baqarah [2]:3
[17] Ibid., surat al-baqarah [2]:44, 73,
75, 76, 164, 170, dan masih banyak lagi ayat lainnya. Menyatakan tentang akal
ini Allah swt. tidak menggunakan kata benda (isim) tetapi menggunakan
kata kerja (fi'il). Dalam hemat penulis inilah yang menandakan bahwa
akal manusia itu selalu dinamis.
0 komentar:
Posting Komentar