Kata Manahij al-Mufassirin
merupakan kata gabung yang terdiri dari kata “Manahij” dan kata “Mufassirin” . Kata Manahij
merupakan bentuk jamak[1] dari kata Manhaj. Kata
manhaj dan minhaj berarti
jalan yang jelas. Dikatakan : “Thariq Nahj” berarti jalan yang nyata dan jelas, dan “Sabil
Manhaj” berarti jalan yang nyata dan jelas, dan “Manhaj al-Thariq” berarti jalan yang nyata. Kata minhaj sama dengan kata manhaj. Di dalam al-Tanzil disebutkan :
لِكُلٍّ
جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“untuk
tiap-tiap ummat antara kamu Kami berikan aturan dan minhaj (jalan yang terang).” [2]
Kata Minhaj berarti jalan yang berkesinambungan. Kata “Anhaja
al-Thariq” berarti jalan itu menjadi
jelas dan nyata. Kata “Nahajtu al-Thariq” berarti aku menempuh jalan. Kalimat “Fulan
yastanhij sabil fulan” berarti
sesorang mengikuti jejak orang lain. Kata “Nahj” juga berarti jalan yang
lurus. Kata “Nahaja al-Amru” dan “Anhaja
al-Amru” bermakna sama, yakni suatu
masalah menjadi jelas.[3]
Sedangkan kata “Mufassirun” merupakan bentuk jamak dari kata mufassir,
yakni bentuk fa’il (pelaku) bagi kata “fassara” . Mengenai kata “tafsir” akan dijelaskan pada postingan selanjutnya.
Dari uraian singkat ini jelaslah
bahwa kata “Manahij al-Mufassirin”
memiliki arti jalan dan cara yang ditempuh oleh para penafsir Kitabullah
Ta’ala.
Setiap mufassir pastilah memiliki
metode dan manhaj tafsir
tersendiri. Ada yang bertumpu pada uraian balaghah al-Qur’an dan
segi-segi kemukjizatannya. Ada yang menempuh cara yang ditempuh para fuqaha’
, sehingga berkonsentrasi pada ayat-ayat hukum. Ada yang lebih mengedepankan
aspek bahasa dan I’rab. Ada yang berkonsentrasi pada tafsir ma’tsur.
Ada yang sibuk dengan tafsir dirayah
dan ra’yu. Ada yang berlebihan menuturkan masalah-masalah
rasional dan filosofis. Ada yang memakai metode yang berantakan, takwil-takwil
yang dipaksakan, dikuasai oleh bid’ah yang sesat dan akidah yang menyimpang. Ada
yang sengaja menyusupkan khurafat, hadis-hadis maudhu’ dan isra’iliyyat untuk mengacaukan akidah kaum muslim dan
menghancurkan agama mereka. Dan masih banyak lagi model-model yang ditempuh
oleh para mufassir.
Karena itu kitab-kitab tafsir
seperti itu harus dijelaskan dan dipaparkan metodologinya agar yang benar Nampak
kebenarannya dan yang bathil nampak kebathilannya.
0 komentar:
Posting Komentar