Panduan Salat Idul Fitri dan Idul Adha

Berikut adalah panduan ringkas dalam salat ‘Id, baik salat ‘Idul Fitri atau pun ‘Idul Adha. Yang kami sarikan dari beberapa penjelasan ulama. Semoga bermanfaat.

Syarat-Syarat Mufassir

Ulama telah menjelaskan syarat-syarat dan adab-adab yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak menafsirkan al-Qur’an. Mereka membaginya ke dalam sejumlah bagian.

Makna Tafsir dan Takwil serta Hubungan Antara Keduanya

Ibn Faris berkata, makna-makna kata yang digunakan untuk menyatakan sesuatu terdiri dari tiga hal, yaitu makna, tafsir dan takwil. Ketiganya meski berbeda, tetapi memiliki tujuan yang hampir sama.

Makna Manahij Mufassirin

Kata Manahij al-Mufassirin merupakan kata gabung yang terdiri dari kata “Manahij” dan kata “Mufassirin” . Kata Manahij merupakan bentuk jamak dari kata Manhaj.

Fungsi Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam

Ditinjau dari segi fungsinya, sunnah mempunyai hubungan yang sangat kuat dan erat sekali dengan al-Qur’an. Sunnah al-Nabawiyah mempunyaifungsi sebagai sebagai penafsir al-Qur’an...

Minggu, 04 November 2012

Syarat-Syarat Mufassir





            Melakukan penafsiran terhadap Kitabullah Ta’ala dan menyibukkan diri dengannya merupakan pekerjaan agung nilainya dan memerlukan kebersihan hari, kesucian pikiran, keikhlasan hati, dan kenormalan akal. Karena itu tidak seyogyanya yang melakukannya hanyalah orang-orang yang memenuhi kriteria-kriteria dan syarat-syaratnya. Ulama telah menjelaskan syarat-syarat dan adab-adab yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak menafsirkan al-Qur’an. Mereka membaginya ke dalam sejumlah bagian, yang terpenting adalah :

I.          Pertama, syarat-syarat agama dan akhlak.
1.         Seyogyanya orang yang menafsirkan al-Qur’an memiliki akidah yang benar, iman yang kuat, berhias dengan akhlak al-Qur’an dan memegang teguh sunnah agama.
Orang yang tidak memenuhi syarat ini berarti tidak memenuhi syarat dasar. Imam al-Suyuthi, mengutip pendapat Abu Thalib al-Thabari, berkata : “Ketahuilah, bahwa syarat pertama seorang penafsir adalah akidah yang benar, memegang teguh sunnah agama. Orang yang cacat agamanya tidak dapat dipercaya dalam urusan dunia, apalagi dalam urusan agama. Di dunia, ia juga tidak dipercaya menyampaikan berita dari seorang ilmuwan, apalagi menyampaikan berita tentang rahasia-rahasia dari Allah Ta’ala.” [1]
Tidak samar lagi bahwa orang yang akidahnya salah akan sengaja melakukan perubahan nash atau memaksa diri untuk mentakwilkannya sampai sesuai dengan apa yang diyakininya, sehingga ia akan sesat dan menyesatkan orang lain (ضَالٌ مُضِلٌ).

Jumat, 02 November 2012

Makna Tafsir dan Takwil Serta Hubungan Antara Keduanya




 
1.    Tafsir

Kata “tafsir” merupakan bentuk “taf’il” dari kata al-Fasr, yang secara etimologis berarti al-Bayan wa al-Kasyf  (penjelasan dan penyingkapan). Dikatakan : fasara al-Syai’, yafsiruhu  dan yafsuruhu, fasran. Dan kata fassara-tafsiran, yang berarti menjelaskan sesuatu.

Kata al-Fasr  berarti kasyf al-Mughaththa’  (menyingkap sesuatu yang tertutup). Sedangkan kata al-Tafsir  berarti menyingkap makna yang dikehendaki dari suatu kata,[1] yakni penjelasan terhadap kata tersebut. Di dalam al-Qur’an disebutkan :
وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّ جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik tafsirannya.”[2]
Yakni yang paling baik penjelasannya.

Sebagian ulama’ berkata : Ia merupakan kata yang susunan hurufnya berkebalikan dengan kata safara, yang artinya juga penyingkapan. Dikatakan : “Safarat al-Mar’atu Sufuran” , yang artinya “seorang perempuan membuka kerudung mukanya”. Perempuan itu disebut “safirah”. Kata “Asfara al-Shubhu” , berarti pagi telah menjadi terang.

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com